BOOTCAMP VOL.2
Pengembangan potensi sumber daya alam alternatif sebagai strategi pemerataan pembangunan nasional
TOPIC
Pengelolaan Sumber Daya Alam
MEMBERS
Felippa A. Amanta, Safira Pusparani, Zakiyah Eke
Problem Statement
Rendahnya investasi yang masuk ke daerah untuk pengembangan komoditas alternatif.
Kurangnya fasilitas pengolahan dan industri hilir berdasarkan sumber daya alam alternatif yang ramah lingkungan.
Rendahnya Pengetahuan, Kemauan, dan Kemampuan SDM untuk pengembangan komoditas ramah lingkungan
Targeted Stakeholders
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL)
Proposed Recommendations
Instrumen Finansial
Menyalurkan subsidi teknologi dan fasilitas yang diperuntukkan keperluan proses produksi produk-produk lokal ramah lingkungan: Dalam hal ini, pemerintah daerah dapat memberikan subsidi berbentuk penyediaan sarana dan prasarana yang dapat mendukung pengurangan emisi karbon dalam proses produksi (seperti penggunaan RON yang lebih tinggi untuk keperluan tenaga BBM), serta yang dapat membantu pelaku usaha dalam menerapkan teknologi yang meningkatkan efisiensi dan yield produksi. Selain itu, subsidi dapat berupa pembiayaan sertifikasi produk yang berfungsi untuk menjangkau pasar dan konsumen internasional, seperti sertifikat No Deforestasi, No Peat, dan No Exploitation (NDPE), Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), dan label fair trade.
Merancang insentif pajak untuk UMKM yang menerapkan prinsip investasi lestari dalam rangka menjaga kelestarian lingkungan: Dalam rangka mendorong terciptanya iklim investasi yang lestari, diperlukan penerapan insentif “hijau” tambahan dalam bentuk tax deduction untuk penelitian dan pengembangan bagi perusahaan yang dapat menjaga emisi karbon dalam proses produksi, serta untuk perusahaan pionir yang dapat menghasilkan produk bersifat Tier 2 dan Tier 3.
Memperkuat kemitraan pendanaan untuk meningkatkan minat pelaku usaha domestik dan internasional untuk menerapkan alih teknologi dan pengembangan kapasitas: Diperlukan dukungan luar, baik actor internasional maupun pihak swasta domestik, untuk dapat meningkatkan ketertarikan pelaku usaha asing dalam berinvestasi di Indonesia dan turut terlibat dalam penanaman modal, alih teknologi, alih pengetahuan serta peningkatan kapasitas SDM, khususnya di wilayah rural. Dalam hal ini Indonesia dapat menjalin kerjasama dengan badan atau organisasi pembangunan internasional yang memiliki kepentingan untuk mengurangi emisi karbon secara keseluruhan.
Kerangka Regulasi
Membuat peraturan yang berpihak dan mendorong produksi dan pemanfaatan sumber daya alam alternatif, yang meliputi kegiatan di hulu hingga hilir: Pada sisi hulu, kebijakan perlu memberi insentif bagi masyarakat untuk mendiversifikasikan produksi sumber daya alam melalui program upaya khusus (Upsus) untuk komoditas yang memiliki potensi tinggi, seperti kelor dan ikan gabus. Untuk itu, moratorium kelapa sawit, hutan primer, dan lahan gambut perlu ditegakkan penuh dan permanen. Sedangkan pada sisi hilir terkait dengan pengolahan bahan baku sumber daya alam, perlu juga memberikan dukungan dan insentif untuk aktivitas yang menghasilkan nilai tambah. Dukungan dan insentif dapat berupa fasilitas permodalan, penyediaan teknologi, dan penyediaan bibit.
Mempermudah proses perizinan usaha dan sertifikasi hasil olahan sumber daya alam alternatif: Peraturan-peraturan dan prosedur terkait registrasi dan sertifikasi, baik izin usaha di Dinas Penanaman Modal dan Perizinan maupun izin produk di BPOM, perlu direvisi sehingga menjadi lebih sederhana, bisa dilakukan secara online, dan lebih cepat. Kemudahan proses akan memberi insentif untuk warga daerah melakukan aktivitas nilai tambah dan tidak langsung menjual hasil panen sebagai bahan baku.
Memperkuat kelembagaan daerah sentra industri sumber daya alam alternatif: melalui pembentukan aliansi strategis dengan semua pemangku kepentingan (pemerintah, akademisi, swasta, dan masyarakat) untuk menyelesaikan permasalahan lintas sektoral dan menyelaraskan program-program kegiatan yang memiliki dampak dalam percepatan peningkatan mutu dan pemanfaatan produk, seperti program riset, rancang bangun. Dalam hal ini, dapat diterapkan praktik-praktik terbaik dari industri seperti kelapa sawit di mana para petani dapat berkolaborasi dalam kelompok tani yang dapat meningkatkan potensi produksi. Pembentukan koperasi atau perusahaan hasil gabungan beberapa usaha tingkat kecil dan menengah untuk mempermudah pembiayaan dan melakukan pengawasan terhadap praktik-praktik berkelanjutan.