BOOTCAMP VOL.7
Optimasi Internal Whistleblowing System untuk Mendorong Birokrasi yang Transparan, Akuntabel, dan Responsif
TOPIC
Reformasi Birokrasi
MEMBERS
Yulian Nurdin Ahmad, Aisha Firdausy C, Budi Riyanto, Fatimatuz Zahro, Nugraheni Diah Pratitis
Problem Statement
Rendahnya Partisipasi Pegawai: Data 2019 menunjukkan rendahnya partisipasi pegawai Lembaga X dalam Whistleblowing System karena tidak ada laporan yang diterima, menggunakan dua metode pelaporan, yaitu laman internal dan kotak aduan.
Kurangnya Pelindungan Terhadap Pelapor: Sistem Whistleblowing di Lembaga X kurang memberikan perlindungan kepada pelapor, terlihat dari kewajiban log-in yang dapat mengidentifikasi pelapor, sehingga diperlukan opsi anonim atau rahasia untuk melindungi identitas.
Kurangnya Perhatian Lembaga: Minimnya perhatian dan pengembangan sistem Whistleblowing serta kurangnya sosialisasi kepada pegawai di Lembaga X menjadi hambatan, terlihat dari hasil survei 2023 yang menunjukkan 53% pegawai tidak tahu prosedur Whistleblowing.
Targeted Stakeholders
Pegawai Lembaga X: Berperan sebagai pelapor yang berkontribusi dalam pelaksanaan, pengawasan, serta evaluasi WBS.
Pimpinan Tertinggi Lembaga X: Menetapkan dan mengimplementasikan kebijakan WBS. Unit Pengendali (Inspektorat Lembaga X): Bertugas sebagai validator laporan dan menentukan tindak lanjut laporan.
Biro Sumber Daya Manusia: Berperan sebagai mediator selama pemeriksaan laporan.
Ombudsman RI, Kementerian Dalam Negeri RI, Kantor Staf Presiden, dan Kementerian Pemberdayaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi RI: Pengelola lapor.go.id dan pendorong implementasi WBS di seluruh Kementerian, Lembaga, dan Pemerintah Daerah.
Transparency International Indonesia: Kontributor eksternal yang berfungsi sebagai penasehat pelaksanaan WBS di Lembaga X.
Proposed Recommendations
Anonimitas dalam Sistem WBS: Pengembangan sistem anonimitas WBS harus menggunakan protokol enkripsi seperti SSL atau TLS, atau aplikasi berbasis TOR untuk menyembunyikan identitas pengguna. Bantuan Hukum dan
Perlindungan Pelapor: Jaminan keamanan dan pendampingan bantuan hukum diperlukan untuk mencegah kriminalisasi, memberikan perlindungan fisik dan psikis, serta mencegah hukuman atau diskriminasi terhadap pelapor.
Kelompok Kerja (Pokja) WBS: Anggota tim Pokja WBS harus memiliki keahlian relevan, membuat pedoman penanganan laporan, mengelola investigasi, menjaga kerahasiaan identitas pelapor, dan melaksanakan pemantauan serta evaluasi berkala terhadap efektivitas whistleblowing system.